Selasa, 28 Desember 2010

MENJADI WANITA PALING BERBAHAGIA

KALUNG EMAS KESEMBILAN : Perempuan Tua YangMenjadi Simbol
DR.Aidh Al Qarni

Wahai saudariku, jadilah engkau seperti wanita tua yang datang kepada Hajjaj ibn Yusuf, yang telah bersumpah akan membunuh anaknya yang dipenjara. Ia berkata dengan penuh keyakinan, keberanian dan kekuatan hati: "Walau engkau tidak membunuhnya, suatu saat anakku juga pasti mati."

Jadilah engkau seperti seorang wanita Persia yang sangat tawakal kepada Allah ketika kehilangan kandang ayamnya. Ia memandang ke langit dan berdoa: "Wahai Allah, jagalah kandang ayamku, karena sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik Penjaga."

Jadilah engkau seperti Asma bintiAbu Bakar, yang melihat anaknya, Abdullah ibn Zubair, terbunuh dan disalib. Ia mengatakan-yang kemudian mahsyur-: " Sekarang saatnya, si penunggang kuda harus turun untuk berjalan kaki."

Jadiah engkau seperti Khansa yang menyerahkan empat putranya dalam sebuah peperangan di jalan Allah. Ketika mereka terbunuh, ia berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanku dengan kematian mereka (anak-anakku) yang syahid di jalan-Nya."

TENGOKLAH PARA WANITA TERSEBUT DAN SEJARAH HIDUPNYA YANG MULIA..YANG DIKENANG BERABAD-ABAD..

Aku ingin kalian melihat..Aku ingin kalian meresapi potongan kalimat dari buku2 ini..Yang kini menjadi buku favoritku..Aku ingin kalian memahami dari potongan bab ini..Kenapa mereka menjadi simbol?! Kenapa mereka menjadi Panutan Wanita berabad-abad lamanya..

Apakah karena mereka mempunyai anak yang juara olimpiade?
Atau karena mereka punya anak yang kaya raya seantero dunia?
Apa karena mereka cantik sehingga diukir sejarah Islam?
Apa karena mereka wanita terupdate satu angkatan?

Tidak wahai ukhti..Tidak wahai muslimah..
Akhlak mereka yang mulia..
Kecintaan mereka kepada Allah SWT..
Yang mampu menjadikan mereka terkenang sejarah Islam..
Akhlak mulia itu tentu tidak datang begitu saja, tidak tercipta dan tercermin begitu saja pada diri mereka..Tapi melalui proses panjang dan tentu melelahkan. Melalui pengorbanan dan usaha yang mampu membuat dada sesak.. Tapi tengoklah kisah mereka, adakah hal buruk tersirat dalam kisah mereka?
Kecintaan mereka pada Allah SWT pun tidak datang begitu saja..Tidak langsung ada ketika mereka lahir, tapi melalui proses pembelajaran, proses menangkap hidayah yang memang sudah ada..
Semua itu ada karena pemahaman mereka terhadap syahadat. Pengetahuan mereka akan konsekuensi yang harus diambil ketika mengucap syahadat..
Syahasat bukan hanya 2 kalimat biasa yang bahkan terlalu mudah untuk diucapkan..
Bukan hanya sebatas arti "Aku beraksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah SWT."
Bukan sesempit itu..
Mereka paham perubahan apa yang akan terjadi pada mereka ketika mengikrarkan ini..Dan mereka tidak main-main menerapkannya..

Lantas kita,yang terlahir sebagai muslim, tidak mau mencoba untuk mencari tau?

Perkataan Asma binti Abu Bakar membuatku gelisah sepanjang malam, membuatku ribut bertanya-tanya..
" Sekarang saatnya, si penunggang kuda harus turun untuk berjalan kaki."
Saat anaknya, Abdullah ibn Zubair, seorang mujahid yang handal berkuda dan selalu menang, harus mati dalam keadaan disalib, kata-kata itulah yang membuktikan betapa syahadat itu telah tertancap di hatinya, betapa tegar dan mulia hati Asma binti Abu Bakar.
Dan betapa kuat Khansa meyakini bahwa anaknya mati di jalan Allah SWT adalah yang terbaik..
Betapa bangganya ia akan anaknya yang mati karena menolong agama Allah..Betapa bangganya Islam memiliki wanita sekuat Asma binti Abu Bakar dan Khansa.


Kita sebagai wanita, punya banyak jalan untuk berjihad di jalan Allah SWT..Tidak mesti kalian angkat-angkat senjata ke Palestina! Tidak harus jadi orator ulung yang menyebarkan nilai Islam dengan suara lantang! Tidak harus jadi penulis yang nulis-nulis buku..
Pahamilah Islam..Liat cantiknya Islam itu..Tanamkan dalam hati dan jiwa kalian lekat-lekat..Jadilah ibu yang baik..
Kita, sebagai wanita punya tugas mutlak utama nantinya yaitu sebagai Ibu. Di situlah peran kita dalam Islam..Kita mesti pintar, kita mesti up to date, karena kita ingin melahirkan generasi muslim terbaik nantinya.. Generasi muslim yang akan membawa kemenangan Islam itu kepada kita. Mungkin tidak sempat di dunia, tapi insya Allah di akhirat nanti, tongkat kejayaan itu akan diestafetkan sampai ke tangan kita.Subhanallah..Amin..

Kamis, 23 Desember 2010

TITIK KOMA DALAM BENAK

Aku bersandar. Lelah ini merayapi tubuhku. Sakit itu masih menghujam. Bahkan, sampai saat ini rasa kecewa itu masih membekas. Rasanya baru kemaren, aku dan teman-teman berteriak lantang menyebut asma-Nya. Rasanya baru kemaren kami dengan mudah menjalankan sebuah strategi dakwah luar biasa. Tapi kini, sulit itu telah kurasa. Beberapa kali, aku berdakwah dengan mudah, mengajak dengan mudah, mendapatkan hasil dengan mudah, rasanya bantuan-Nya itu dekat sekali. Baru kali ini ku lihat rupa dakwah yang sesungguhnya. Dakwah itu cantik, tapi dia liar, perlu kesabaran dan kekuatan luar biasa agar dia jadi milikku. Karena ini pun, aku meneteskan air mata.

“ Alam naj’allahu ‘ainaiin..”

“Wa lisa nawwa syafataiin..”

Aku mencintai surah Al Balad. Surah itu benar-benar mampu menguatkan saat aku lemah dan terhina. Ayat-ayatnya mampu mengingatkanku untuk melihat tubuhku sendiri dan menghitung nikmat di dalamnya. Kadang-kadang aku lupa, kalau nikmat Allah SWT padaku sudah sangat banyak, maka jika Dia menolak untuk memberiku suatu nikmat, aku tetap harus bersyukur. Ketika Dia memberikan scenario dan warna lain dalam hidupku, hal itu semata-mata agar aku tetap bersyukur.

Mengajak Evi, Yeni, Ines untuk tetap istiqamah di jalan halaqah ternyata adalah hal gampang dari jalan ini. Aku baru mengenal mereka sekilas saja, tapi sudah mampu mempunyai visi-misi yang sama untuk tetap di jalan ini, rintangan apapun yang ada di depan. Tapi mengajak tata, sahabatku sampai mati yang telah kukenal dari SMP ternyatalebih berliku dari apa yang kukira. Awalnya, dia lebih rajin ikut rohis SMA dibanding diriku. Kesibukanku yang aneh-aneh selalu membuatku lupa dengan rohis, tapi tidak dengan dia. Tahun pertama, dia lebih rajin daripada diriku. Meyakinkannya untuk ikut KSI Asy Syifa pun gampang, alasan-alasan kemanusiaan dan keagamaan mampu membuatnya yakin, bahwa memang dia pantas masuk KSI. Membuatnya berjanji untuk ikut seleksi KSI juga gampang.

Mana ku tahu kalau kenyataan berkata lain... Mana ku tahu scenario Allah yang begitu cantik... Mana ku tahu kalau dia berbelok justru di saat-saat genting dimana aku tak bisa menariknya lagi. Lantas, apa aku diam? Apa aku menyerah dan membiarkannya lewat. Sebenar-benarnya tidak. Tangis ini, duka ini harus mampu memotivasiku lebih jauh lagi, membangunkanku lebih keras lagi, dan mengangkatku lebih tinggi lagi. Agar mampu memperlihatkan padanya bahwa keputusan yang dia ambil itu salah, jalan yang kutawarkan ini lo yang benar.

Belum lagi mampu aku berdiri tegak dari duka ini, sudah menjalar sebuah duka lain yang mampu membuatkuyakin bahwa Allah SWT mencintaiku luar biasa besar. Karena cobaan yang diberikan juga bukan cobaan kecil bukan yang eteng-eteng. Merombak sebuah barisan yang telah kami tata rapi untuk ke surga adalah hal gampang. Tanpa ada yang tahu, bahwa menegakkan dan menyusunnya adalah hal luar biasa sulit yang tentunya banyak mendapat tantangan.

Sesaat pertama aku terlonjak tak percaya, rasanya seperti baru diserempet truk. Sesaat kemudian rasanya aku kehabisan kata-kata, tapi mengingat bahwa diam akan menyebabkan kita tenggelam aku interupsi. Awalnya aku bingung memuntir otak, mencari bahasa rasional dan umum yang bisa memperkuat keberadaan kami. Sesaat aku teringat dia, orang yang ku percaya mampu menjelaskan dengan lebih baik dan lebih meyakinkan daripada aku yang dangkal ini. Bukan rina atau evi bahkan yeni. Bukan juga hendi yang selama ini membantuku dengan pikiran-pikirannya.

…., mungkin bisa membantu menjelaskan.”

Pengetahuanku dangkal, aku bukan terlahir dari keluarga fanatic, juga bukan orang yang lama dan intens bergerak di jalan ini. Pengetahuanku tak ada apa-apanya dibanding Evi,bacaan Qur’anku tak ada apa-apanya dibanding Rina, hapalan surahku tak ada apa-apanya dibanding Yeni. Aku hanya mau belajar dan berani mengamalkan, walau cuma segelintir ayat yang ku pahami.Aku benar-benar tak ada apa-apanya kalau sendirian.

Namanya yang kumintai tolong, bukan yang lain. Karna aku percaya dia lebih bisa diandalkan di jalan ini. Bukan janji atau penjelasan yang kuminta tapi bantuannya saat ku minta. Bukan nanti, tapi saat itu, saat genting yang bukan hal kecil. Kuhargai janji-janjinya, tapi apa perasaan kalian jika saat kalian minta tolong teman kalian hanya diam dan tersenyum.

Aku pun berperang sendiri, mencoba menjelaskan serasional yang aku bisa. Tapi apa daya, aku sudah kehabisan kata-kata. Aku sudah kalah di kalimat pertama, tentu itu dari mata manusia. Tapi aku yakin, di mata Allah SWT sana, aku sudah meraih satu anak tangga menuju kemenangan. Lantas, apakah aku berhenti sampai saat ini?

Jalan ini bukan jalan yang gampang, aku sudah tahu dari dulu. Bila selama ini terlihat mudah berarti selama ini aku baru melihatnya dari jauh. Aku belum mendekati dan menaklukannya. Hari ini aku mendapat pelajaran bahwa aku masih lemah. Tapi justru dari kesadaran inilah aku ingin menjadi lebih kuat. Aku akan tetap berada di jalan ini, walaupun dibenci segelintir orang, walaupun tidak masuk organisasi manapun. Sampai mati, sampai habis dagingku digerogoti tanah.

SEPASANG JUBAH KEMULIAN RESENSI NEGERI LIMA MENARA

“Amak ingin memberikan anak terbaik amak untuk kepentingan agama. Ini tugas mulia untuk akhirat.”

Sebuah kalimat singkat yang mampu membuat saya jungkir balik tak karuan, saat membacanya. Masih terpatri kuat di benak saya ketika mengikuti seminar AMT dan sesi terakhirnya adalah ‘Membuat Alterlife Mapping’. Saya dan kawan-kawan ditantang untuk membuat sebuah alasan, kenapa kami pantas memasuki surganya. Dan masih terpatri jelas di benak saya, ketika mendengar alterlife mapping dari seorang perempuan palestina.

“ Ya Allah.. Hamba telah mengorbankan putra terbaik hamba untuk berjuang di jalan-Mu. Telah ku korbankan nyawanya untuk meledakkan para penentang-Mu. Telah ku ikatkan bom itu di dadanya dengan ikhlas.. Maka pantaslah aku untuk memasuki surge-Mu.”

Berkacalah saya! Apa yang sudah saya lakukan sehingga saya pantas masuk surge-Nya. Apa yang sudah saya berikan kepada Illahi agar saya dapat tempat mulia itu?! Apa? Apa? Dan Apa?

Tapi dengan kalimat si Amak tadi, dengan sepotong kata dari guru SD kampungan di pedalaman Sumatra Utara, saya menyadari betapa sempit pikiran yang saya punya. Betapa dangkal pemahaman yang ada di otak saya. Bahwa banyak jalan menuju roma..

Menuntut ilmu itu kewajiban dalam islam. Setinggi- setinggi mungkin. Untuk mengangkat derajat islam. Untuk memberi tahu ke pada dunia ‘Hei, kami umat muslim. Kami cerdas dan kami terdepan. Tapi kami tidak sombong dan serakah karna kami yakin ini semua pemberian-Nya.’

Tapi ilmu bagaimana yang mau kita perdalami? Saat ini kebanyakan orang tua hanya melihat kepintaran itu dari segi pengetahuan umum, pengetahuan dunia, dan mereka fine-fine saja ketika anaknya buta dan tuli tentang akhirat. Inilah isi buku ini, inilah makna terdalam dari buku ini. Ketika ilmu dunia dikesampingkan oleh seorang Ibu dan ilmu agama yang dia amanahkan untuk anaknya. Walau anak itu terpaksa dan setengah hati. Tapi yang namanya surge, memang benar-benar ada di bawah telapak kaki Ibu.

Memasuki Pondok Modern Gontor dengan setengah hati untuk menuruti perintah ibunya, Alif ternyata tetap berprestasi. Walaupun selalu mendapat koar-koar panas dari Randai, sahabatnya yang masuk SMA, Alif ternyata mampu mengakhiri pendidikannya di PM dan menjadi lulusan terdepan agama. Kenapa Alif jadi masalah ketika dia harus masuk pesantren?

Tersindir oleh perkataan Bunda Alif bahwa yang jadi pemimpin agama saat ini adalah orang-orang yang tidak lulus sekolah negeri, yang NIMnya pas-pasan, yang duitnya juga pas-pasan. Maka untuk seorang Alif yang NIMnya tertinggi se wilayahnya, yang namanya jadi patokan pasti masuk sekolah negeri favorit, masuk pesantren, meninggalkan ilmu dunia yang begitu banyak disanjung orang,tentu membuat gundah gulana.

Tapi kini lihat prestasi Alif, belajar agama bukan berarti menjadi terbelakang dengan informasi lain. Belajar agama bukan hanya menghapal ilmu-ilmu yang sudah turun berabad-abad yang lalu, tapi belajar ilmu agama, mampu membuatnya terbang ke Washington dengan Fulbright scholarship, mampu terbang ke London dengan segenap suka cita. Sekali lagi hal ini membuktikan perspektif yang salah tentang belajar agama.

Buku ini tidak hanya mampu membuat kita membuka pikiran untuk melihat banyaknya celah dalam meraih mimpi Islam. Tapi buku ini juga banyak member nasihat kehidupan. Seperti yang dikatakan Ali bin Abi Thalib bahwa menulis, mampu membuat ilmu melekat dan menjadi diri kita. Saya jadi semakin terpacu untuk merangkum.

Buku ini juga berhasil mendongkrak semangat saya untuk terus menghapal Al Qur’an, menjadi hafizah, walaupun Cuma 3-4 juz, tapi paling tidak saya ingin memberikan jubah kemuliaan kepada orang tua saya Luki Anjardiani dan Yurnadi Vahlevi. Sebuah hadist mengatakan bahwa bila seorang anak menjadi penghafal Al Qur’an, maka kedua orang tuanya akan dikaruniai Allah SWT jubah kemuliaan di akhirat kelak. Seandainya ada tukang jahit yang mampu membuat pelindung api neraka ini untuk kedua orang tua saya, berapapun akan saya bayar! Berhubung tidak ada, maka apapun akan saya lakukan, asalkan itu halal dan tidak mengurangi kemashlahatannya.

Terakhir, buku ini merupaka buku yang layak dibaca oleh orang yang terlau sibuk dengan duniawinya. Untuk orang-orang yang punya motivasi besar untuk berubah, buku ini mampu memberikan motivasi lebih, serta transfer energy agar semuanya sempurna.

Rabbi zidni ‘ili, warzukni fahman. Ya Rabbi, berikanlah ilmu bagi kami dan sertakan pemahaman bagi kami...